09 August 2011
08 August 2011
ADAPTASI KEMAKSIATAN
Oleh Toni Tegar Sahidi
tonitegarsahidi@gmail.com
Ini kisah yang cukup populer. Saya pertama kali mendengarnya sekitar tahun 2003 di sebuah kampus di Surabaya. Ijinkan saya untuk menyampaikannya kembali bagi Anda.
Alkisah, ada seorang ilmuwan ingin mengadakan eksperimen. Untuk itu ia harus merebus seekor katak hidup-hidup. Ia pun menyiapkannya. Diambilnya sebuah panci, diisinya dengan air secukupnya lalu diletakkan di atas tungku. Dengan sabar ia menunggu hingga air mendidih. Air pun mendidih lalu diambillah si katak malang, lalu dimasukkanlah katak tersebut ke air yang tengah mendidih tersebut.
Namun apa yang terjadi? Si katak yang merasakan suhu yang berubah drastis kontan sigap. Ia kaget, ia tanggap, katak pun kontan melompat keluar dari panci. Si Katak kali ini selamat.
Namun si ilmuwan yang gagal dengan percobaan pertamanya tak kehilangan akal. Kali ini ia menyiapkannya dengan cara yang berbeda.
Diambilnya lagi sebuah panci yang lain, dan sama seperti sebelumnya, ia isi dengan air lalu ia letakkan ke atas tungku. Namun sebelum ia nyalakan tungkunya, dengan air dalam kondisi masih dingin, ia masukkan si katak ke dalam panci. Si katak yang memang biasa dengan air, pun merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi ini, toh hitung-hitung mandi berendam. Si ilmuwan pun menyalakan tungkunya, namun kali ini apinya kecil saja agar air tak cepat mendidih.
Perlahan namun pasti air dalam panci pun menjadi kian hangat. Namun si Katak masih nyaman-nyaman saja, “sekalian mandi air hangat” begitu pikirnya. Namun air pun kian menghangat, dan menghangat, si katak masih merasa nyaman dan aman. Hingga satu titik, ketika air sudah mulai sangat panas, kali ini si katak sudah tak tahan, ia mencoba melompat. Namun sayang, kali ini ia tak bisa. Air sudah terlalu panas dan si katak sudah terlalu lemah. Akhirnya si Katak pun mati, terebus bersama air panas tersebut.
Sadar atau tidak, adakalanya kita menemukan orang-orang yang menjadi katak ini. Atau jika mau jujur bercermin, boleh jadi kita-lah katak tersebut. Ketika seorang shalih diajak untuk bermaksiat terang-terangan sudah pasti ia akan menolak. Namun syaithan sungguh cerdas, alih-alih langsung terang-terangan, setan akan mendekatinya dengan perlahan-lahan, membuainya hingga terasa aman, nyaman, menjadi kebiasaan, hingga akhirnya yang ada hanyalah penyesalan. Sadar atau tidak, si shalih terlah beradaptasi terhadap kemaksiatan.
Jika api besar dan air mendidih adalah dosa besar, maka api kecil adalah dosa-dosa kecil yang kita biarkan, yang kita anggap biasa, lumrah, wajar, atau bahkan kita merasa nyaman-nyaman saja dengannya. Sebagaimana air hangat yang melenakan, pelan namun pasti dosa kecil kian memanaskan kita hingga suhu yang membinasakan.
Terlebih manusia sering meremehkan ha-hal yang ada embel-embelnya “kecil”, batu kecil, uang kecil, anak kecil, dan termasuk pula dosa kecil. Sehingga tak jarang kita pun tak ambil pusing dengan dosa-dosa kecil yang kita perbuat. Jangankan taubat, istighfar pun seolah tak sempat. Kita merasa aman, kita nyaman, padahal ini strategi jitu syaithan yang menyesatkan,
Maka benarlah Rasulullah yang mengajak kita untuk mewaspadai dosa-dosa kecil. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad Rasulullah bersabda, “Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil. Hal itu tidak ubahnya seperti sekelompok orang yang turun ke sebuah lereng gunung. Mereka masing-masing membawa sebatang ranting kayu sehingga dengan ranting-ranting kayu itu bisa mereka masak roti. Dosa-dosa kecil kapan saja di lakukan oleh seseorang ia akan menjadi celaka”.
Karena memang dosa kecil yang dibirkan ibarat titik kecil yang ditoreh dia atas kertas. Satu titik memang tak ada apa-apanya dibandingkan luasnya putih kertas. Namun jika ditorehkan berkali-kali , dan berkali-kali, tanpa henti, tanpa pernah kita menghapusnya, pada akhirnya kita pun merasa asing dengan warna putih kertas semula. Maka lihat, apa yang kita anggap sepele, satu titik hitam di kertas putih, namun jika diteruskan maka putihnya kertas kan berubah menjadi hitam.
Inilah cerdasnya syaithan, tak diajaknya seorang ustadz untuk langsung berzina, diajaknya ia untuk sekedar memandang sambil berkata “toh ini cuman memandang”, berlanjut saling SMS-an dengan perkataan yang sama “toh cuma SMS”, berlanjut memberi perhatian, pertemuan, pegang tangan, pacaran dan seterusnya sampai terjadilah zina. Sampai disinipun adakalanya timbul kerasnya hati, “toh nanti bisa bertaubat”. Bahkan ampunanNya pun kini dianggapnya remeh.
Tak diajaknya seorang muslim untuk langsung murtad. Dihembuskannya sedikit demi sedikit apa yang menarik hatinya, bisa lawan jenis, jabatan, kedudukan, harta, atau hal-hal non materi seperti jaminan, kebebasan ataupun kemenangan. Dibuatlah sedikit demi sedikit apa yang bertentangan dengan agama menjadi indah, dan kita pun terpesona dengannya. Disisi lain ditampakkanlah agamanya dengan sesuatu yang buruk-buruk, dianggap kuno, nggak gaul, radikal, teroris. Dibuatlah kita membenci apa yang selama ni kita yakini, di awal kita mendiamkan teman yang menjelek-jelekkan agama, esoknya kita lah yang membelanya, bahkan menggantikannya berbicara hal sama. Dibuatlah ucapan soal Tuhan, Surga dan Neraka adalah dongeng khayalan orang terdahulu, tanpa sadar kita pun mengangguk-angguk. Pelan tanpa pasti, sadar atau tidak, akidah itu pun lepas begitu saja.
Sebagaimana saya, boleh jadi Anda pun menemuinya di sekitar kita. Ada teman yang dahulunya ketua rohis, kini berubah layaknya preman. Ada yang dahulunya begitu aktif ikut pengajian, kini alergi dengan hal-hal keislaman. Ada yang dahulu begitu rapat ia menutup aurat, kini begitu nyaman ia buka-bukaan. Bahkan ada pula yang dahulu ikut sholat dengan khusyuknya, namun kini berpindah agama, menyembah selain Allah yang Esa.
Dan begitulah cara syaithan menyesatkan anak adam. Sebagaimana kisah katak yang direbus, begitulah manusia dijerumuskan perlahan-lahan, begitu sadar semuanya sudah terlambat. Luka fisik, rasa, isak tangis, penjara, hamil luar nikah, ataupun cacat seumur hidup sungguh masih tak ada apa-apanya dibanding panasnya nyala neraka akibat tiadanya taubat.
Sesal di dunia masih ada obatnya, sesal di akhirat hendak kemana kita lari dari siksaNya?
Maka sebelum terlambat, sudah saatnya kita bangun, tanggap, sadar, dan segera melompat dari panci dosa-dosa kecil, sebelum panasnya membuat kita kian terlena, lalu binasa. Mengutip nasehat sahabat saya, pada akhirnya kita harus sadar bahwa ini bukan soal besar kecilnya sebuah maksiat, namun yang terpenting ialah, kepada siapa kita bermaksiat?
via: eramuslim.com
tonitegarsahidi@gmail.com
Ini kisah yang cukup populer. Saya pertama kali mendengarnya sekitar tahun 2003 di sebuah kampus di Surabaya. Ijinkan saya untuk menyampaikannya kembali bagi Anda.
Alkisah, ada seorang ilmuwan ingin mengadakan eksperimen. Untuk itu ia harus merebus seekor katak hidup-hidup. Ia pun menyiapkannya. Diambilnya sebuah panci, diisinya dengan air secukupnya lalu diletakkan di atas tungku. Dengan sabar ia menunggu hingga air mendidih. Air pun mendidih lalu diambillah si katak malang, lalu dimasukkanlah katak tersebut ke air yang tengah mendidih tersebut.
Namun apa yang terjadi? Si katak yang merasakan suhu yang berubah drastis kontan sigap. Ia kaget, ia tanggap, katak pun kontan melompat keluar dari panci. Si Katak kali ini selamat.
Namun si ilmuwan yang gagal dengan percobaan pertamanya tak kehilangan akal. Kali ini ia menyiapkannya dengan cara yang berbeda.
Diambilnya lagi sebuah panci yang lain, dan sama seperti sebelumnya, ia isi dengan air lalu ia letakkan ke atas tungku. Namun sebelum ia nyalakan tungkunya, dengan air dalam kondisi masih dingin, ia masukkan si katak ke dalam panci. Si katak yang memang biasa dengan air, pun merasa nyaman-nyaman saja dengan kondisi ini, toh hitung-hitung mandi berendam. Si ilmuwan pun menyalakan tungkunya, namun kali ini apinya kecil saja agar air tak cepat mendidih.
Perlahan namun pasti air dalam panci pun menjadi kian hangat. Namun si Katak masih nyaman-nyaman saja, “sekalian mandi air hangat” begitu pikirnya. Namun air pun kian menghangat, dan menghangat, si katak masih merasa nyaman dan aman. Hingga satu titik, ketika air sudah mulai sangat panas, kali ini si katak sudah tak tahan, ia mencoba melompat. Namun sayang, kali ini ia tak bisa. Air sudah terlalu panas dan si katak sudah terlalu lemah. Akhirnya si Katak pun mati, terebus bersama air panas tersebut.
Sadar atau tidak, adakalanya kita menemukan orang-orang yang menjadi katak ini. Atau jika mau jujur bercermin, boleh jadi kita-lah katak tersebut. Ketika seorang shalih diajak untuk bermaksiat terang-terangan sudah pasti ia akan menolak. Namun syaithan sungguh cerdas, alih-alih langsung terang-terangan, setan akan mendekatinya dengan perlahan-lahan, membuainya hingga terasa aman, nyaman, menjadi kebiasaan, hingga akhirnya yang ada hanyalah penyesalan. Sadar atau tidak, si shalih terlah beradaptasi terhadap kemaksiatan.
Jika api besar dan air mendidih adalah dosa besar, maka api kecil adalah dosa-dosa kecil yang kita biarkan, yang kita anggap biasa, lumrah, wajar, atau bahkan kita merasa nyaman-nyaman saja dengannya. Sebagaimana air hangat yang melenakan, pelan namun pasti dosa kecil kian memanaskan kita hingga suhu yang membinasakan.
Terlebih manusia sering meremehkan ha-hal yang ada embel-embelnya “kecil”, batu kecil, uang kecil, anak kecil, dan termasuk pula dosa kecil. Sehingga tak jarang kita pun tak ambil pusing dengan dosa-dosa kecil yang kita perbuat. Jangankan taubat, istighfar pun seolah tak sempat. Kita merasa aman, kita nyaman, padahal ini strategi jitu syaithan yang menyesatkan,
Maka benarlah Rasulullah yang mengajak kita untuk mewaspadai dosa-dosa kecil. Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad Rasulullah bersabda, “Hati-hatilah terhadap dosa-dosa kecil. Hal itu tidak ubahnya seperti sekelompok orang yang turun ke sebuah lereng gunung. Mereka masing-masing membawa sebatang ranting kayu sehingga dengan ranting-ranting kayu itu bisa mereka masak roti. Dosa-dosa kecil kapan saja di lakukan oleh seseorang ia akan menjadi celaka”.
Karena memang dosa kecil yang dibirkan ibarat titik kecil yang ditoreh dia atas kertas. Satu titik memang tak ada apa-apanya dibandingkan luasnya putih kertas. Namun jika ditorehkan berkali-kali , dan berkali-kali, tanpa henti, tanpa pernah kita menghapusnya, pada akhirnya kita pun merasa asing dengan warna putih kertas semula. Maka lihat, apa yang kita anggap sepele, satu titik hitam di kertas putih, namun jika diteruskan maka putihnya kertas kan berubah menjadi hitam.
Inilah cerdasnya syaithan, tak diajaknya seorang ustadz untuk langsung berzina, diajaknya ia untuk sekedar memandang sambil berkata “toh ini cuman memandang”, berlanjut saling SMS-an dengan perkataan yang sama “toh cuma SMS”, berlanjut memberi perhatian, pertemuan, pegang tangan, pacaran dan seterusnya sampai terjadilah zina. Sampai disinipun adakalanya timbul kerasnya hati, “toh nanti bisa bertaubat”. Bahkan ampunanNya pun kini dianggapnya remeh.
Tak diajaknya seorang muslim untuk langsung murtad. Dihembuskannya sedikit demi sedikit apa yang menarik hatinya, bisa lawan jenis, jabatan, kedudukan, harta, atau hal-hal non materi seperti jaminan, kebebasan ataupun kemenangan. Dibuatlah sedikit demi sedikit apa yang bertentangan dengan agama menjadi indah, dan kita pun terpesona dengannya. Disisi lain ditampakkanlah agamanya dengan sesuatu yang buruk-buruk, dianggap kuno, nggak gaul, radikal, teroris. Dibuatlah kita membenci apa yang selama ni kita yakini, di awal kita mendiamkan teman yang menjelek-jelekkan agama, esoknya kita lah yang membelanya, bahkan menggantikannya berbicara hal sama. Dibuatlah ucapan soal Tuhan, Surga dan Neraka adalah dongeng khayalan orang terdahulu, tanpa sadar kita pun mengangguk-angguk. Pelan tanpa pasti, sadar atau tidak, akidah itu pun lepas begitu saja.
Sebagaimana saya, boleh jadi Anda pun menemuinya di sekitar kita. Ada teman yang dahulunya ketua rohis, kini berubah layaknya preman. Ada yang dahulunya begitu aktif ikut pengajian, kini alergi dengan hal-hal keislaman. Ada yang dahulu begitu rapat ia menutup aurat, kini begitu nyaman ia buka-bukaan. Bahkan ada pula yang dahulu ikut sholat dengan khusyuknya, namun kini berpindah agama, menyembah selain Allah yang Esa.
Dan begitulah cara syaithan menyesatkan anak adam. Sebagaimana kisah katak yang direbus, begitulah manusia dijerumuskan perlahan-lahan, begitu sadar semuanya sudah terlambat. Luka fisik, rasa, isak tangis, penjara, hamil luar nikah, ataupun cacat seumur hidup sungguh masih tak ada apa-apanya dibanding panasnya nyala neraka akibat tiadanya taubat.
Sesal di dunia masih ada obatnya, sesal di akhirat hendak kemana kita lari dari siksaNya?
Maka sebelum terlambat, sudah saatnya kita bangun, tanggap, sadar, dan segera melompat dari panci dosa-dosa kecil, sebelum panasnya membuat kita kian terlena, lalu binasa. Mengutip nasehat sahabat saya, pada akhirnya kita harus sadar bahwa ini bukan soal besar kecilnya sebuah maksiat, namun yang terpenting ialah, kepada siapa kita bermaksiat?
via: eramuslim.com
07 August 2011
Awas suntikan insulin
Oleh HIDAYATUL AKMAL AHMAD
hidayatulakmal@hmetro.com.my
KENCING manis atau diabetes bukan penyakit asing di kalangan masyarakat. Penyakit ini sangat digeruni kerana boleh mendatangkan pelbagai komplikasi serius, termasuk maut dan buta.
Bagaimanapun, pesakit masih mampu menjalani kehidupan sihat seperti individu yang bebas daripada penyakit itu meskipun dalam keadaan berpuasa.
Tiada alasan untuk pesakit kencing manis meninggalkan puasa kerana golongan ini masih boleh berpuasa seperti individu biasa, bergantung pada kestabilan penyakit mereka.
Begitupun, Pensyarah dan Pakar Endokrinologi Pusat Perubatan Universiti Kebangsaan Malaysia (PPUKM), Dr Nor Azmi Kamaruddin, berkata ada beberapa kategori pesakit yang dibenarkan tidak berpuasa iaitu:
•Semua pesakit kencing manis yang tidak terkawal berdasarkan pendapat doktor. Penyakit kencing manis yang tidak akan menyebabkan kekurangan air dan mengalami komplikasi penyakit diabetes lain seperti jangkitan kuman dan koma
•Pesakit yang tidak mengikuti nasihat penjagaan makanan, ubat-ubatan dan insulin
•Pesakit yang mengalami komplikasi diabetes seperti penyakit jantung yang tidak stabil dan tekanan darah tinggi yang tidak terkawal
•Pesakit yang kerap mendapat koma diabetek ketoacidosis
•Pesakit yang kerap mengalami koma hipoglisemia (kekurangan gula dalam darah), terutama yang pernah terkena dua atau lebih koma hipoglisemia pada Ramadan yang lalu
•Pesakit yang mengalami sebarang jangkitan kuman. Tanda awal dan penting ialah suhu badan tinggi (demam)
•Pesakit yang berumur dan tinggal berseorangan
•Pesakit mengandung dan memerlukan insulin
•Pesakit kanak-kanak di bawah umur 12 tahun
Beliau berkata, pesakit kencing manis yang stabil dan tidak memerlukan insulin serta mempunyai berat badan berlebihan digalakkan berpuasa dan pada masa sama disaran mengikuti langkah berikut:
•Mesti mengambil sahur seperti biasa
•Tidak dibenar lambat berbuka puasa
•Mengambil ubat dan insulin seperti disyorkan doktor ketika Ramadan
•Jangan makan berlebihan sewaktu berbuka. Makanan mengandungi gula tinggi mesti dikurangkan seperti kuih-muih. Buah kurma dibenarkan tetapi sekadar mengambil berkat atau mengikut sunnah
•Berusaha mengawasi penyakit dan penjagaan kesihatan
•Mesti tahu mengenali tanda hipoglisemia, hiperglisemia (ketinggian gula dalam darah) dan kekurangan air
•Apabila pesakit mengalami ketiga-tiga tanda itu, mereka mesti berbuka puasa. Kegagalan berbuka puasa membawa kepada komplikasi berbahaya. Puasa yang memudaratkan kesihatan adalah haram pada pandangan syariah
•Perubahan kepada ubat dan insulin perlu diambil kira. Ini kerana pesakit tidak mengambil sarapan pagi dan tengah hari serta jangka waktu berpuasa yang panjang iaitu hampir 14 jam.
Sesetengah ubat dan insulin yang bertindak dalam jangka masa lama mungkin perlu ditukar kepada jangka pendek untuk mengelakkan hipoglisemia. Sesetengah ubat dan insulin pula perlu ditukarkan kepada yang bertindak dalam jangka masa panjang untuk mengelak tahap gula tinggi pada waktu petang sebelum berbuka.
Menurut Dr Azmi, pesakit kencing manis perlu mengetahui tanda hipoglisemia, hiperglisemia dan kekurangan air supaya masalah itu dapat dielak pada peringkat awal. Tanda hipoglisemia ialah:
•Gelisah dan tiada tentu arah
•Lemah
•Lapar
•Berpeluh
•Pucat
•Berdebar
•Menggeletar
•Nadi laju
•Koma (tidak sedarkan diri)
Pesakit yang mempunyai glucometer (meter untuk menyukat tahap glukos-gula dalam darah) mesti membuat ujian darah dengan segera. Jika pesakit mempunyai tanda itu, hendaklah segera berbuka.
Tanda hiperglisemia iaitu kerap membuang air kecil, tersangat lapar dan keletihan. Jika timbul tanda itu, pesakit perlu membuat ujian darah dan jika tahap glukos tinggi, mereka perlu mengubah pengambilan ubat atau insulin selepas mendapat nasihat doktor.
Tanda kekurangan air pula ialah terasa sangat haus, kulit dan lidah kering dan fikiran bercelaru. Pesakit mesti minum dengan segera bagi mengatasi masalah itu.
Diet
Kurang menjaga pemakanan ketika berbuka dan waktu malam akan meningkatkan berat badan pesakit kencing manis dan merumitkan kawalan penyakit. Faedah kesihatan daripada berpuasa hanya boleh dikecapi jika seseorang itu menjaga pemakanan mereka.
Senaman
Beberapa kajian menunjukkan aktiviti ringan dan sederhana pada Ramadan, jika dilaksanakan dengan baik, tidak memudaratkan pesakit kencing manis. Jika bercadang melakukan kegiatan fizikal, perubahan tertentu perlu dibuat terhadap pemakanan dan ubat pada waktu Subuh supaya tidak mengalami hipoglisemia.
Ubat
Pesakit yang memerlukan ubat untuk mengawal kencing manis, terutama yang mempunyai berat badan berlebihan, tiada masalah untuk berpuasa dengan syarat mengubah jumlah pengambilan ubat.
Untuk makluman, pesakit dinasihatkan mengubah dos ubat seperti glibenclamide, gliclazide, chlorpromide, aglipizide yang diambil pada waktu pagi ketika tidak berpuasa berbanding waktu berpuasa.
Dos yang diambil sebelum makan malam diambil sebelum sahur. Kemungkinan, pesakit perlu mengurangkan dos yang diambil sebelum sahur bagi mengelak hipoglisemia.
Menurut Dr Nor Azmi, sebarang ubah suai jadual pengambilan ubat perlu dibincang dan dirujuk kepada doktor terlebih dulu bagi mengelak timbul sebarang kekeliruan.
Insulin
Pesakit yang memerlukan insulin yang dibenarkan berpuasa, perlu membuat pemeriksaan tahap gula dalam darah di rumah atau di klinik dengan pengawasan doktor. Berdasarkan kajian, ada dua cara memberi insulin yang terbukti selamat sewaktu Ramadan iaitu:
•Tiga kali suntikan insulin: Dua dos insulin yang bertindak segera ketika berbuka puasa dan sebelum sahur. Ini diikuti dengan satu dos insulin yang bertindak lama sebelum tidur
•Dua kali suntikan insulin: satu dos insulin sudah dicampur ketika berbuka yang sama dengan dos waktu pagi ketika tidak berpuasa. Satu dos insulin yang bertindak segera pula diberi sebelum bersahur
Pada permulaan bulan puasa, tahap glukos dalam darah perlu dikaji pada waktu berikut:
•Sebelum makan sahur
•Antara tiga hingga empat jam kemudian
•Sebelum berbuka puasa
•Antara tiga hingga empat jam kemudian
Apabila pesakit mengetahui tahap gula, perubahan terhadap dos insulin dapat dilakukan
Panduan tambahan
Dr Nor Azmi berkata pesakit yang memerlukan insulin jika tahap glukos terlalu tinggi, perlu membuat ujian ketone dalam kencing atau darah untuk mengelak koma diabetik keoasidosis.
Katanya, berat badan sebelum berpuasa juga mesti diambil dan jika ada penambahan dua kilogram, pesakit perlu segera berjumpa doktor.
“Sebaik-baiknya, berat badan diambil pada waktu pagi. Jika kekurangan melebihi tiga peratus, pesakit mesti berbuka kerana ada kemungkinan kekurangan air boleh membahayakan.
“Pesakit juga perlu mengambil air secukupnya sewaktu bersahur dan perlu juga mengambil air sebelum tidur, malah jika pesakit bangun untuk buang air, hendaklah disusuli minuman secukupnya selain mengelak mengambil air manis serta berkarbonat,” katanya.
Kesimpulan
Kajian menunjukkan pesakit diabetes yang berpuasa pada Ramadan dengan pengawasan yang baik adalah selamat. Paling penting adalah menjaga pemakanan ketika berbuka, mesti bersahur, perubahan pada insulin dan peka terhadap tanda hipoglisemia.
hidayatulakmal@hmetro.com.my
KENCING manis atau diabetes bukan penyakit asing di kalangan masyarakat. Penyakit ini sangat digeruni kerana boleh mendatangkan pelbagai komplikasi serius, termasuk maut dan buta.
Bagaimanapun, pesakit masih mampu menjalani kehidupan sihat seperti individu yang bebas daripada penyakit itu meskipun dalam keadaan berpuasa.
Tiada alasan untuk pesakit kencing manis meninggalkan puasa kerana golongan ini masih boleh berpuasa seperti individu biasa, bergantung pada kestabilan penyakit mereka.
Begitupun, Pensyarah dan Pakar Endokrinologi Pusat Perubatan Universiti Kebangsaan Malaysia (PPUKM), Dr Nor Azmi Kamaruddin, berkata ada beberapa kategori pesakit yang dibenarkan tidak berpuasa iaitu:
•Semua pesakit kencing manis yang tidak terkawal berdasarkan pendapat doktor. Penyakit kencing manis yang tidak akan menyebabkan kekurangan air dan mengalami komplikasi penyakit diabetes lain seperti jangkitan kuman dan koma
•Pesakit yang tidak mengikuti nasihat penjagaan makanan, ubat-ubatan dan insulin
•Pesakit yang mengalami komplikasi diabetes seperti penyakit jantung yang tidak stabil dan tekanan darah tinggi yang tidak terkawal
•Pesakit yang kerap mendapat koma diabetek ketoacidosis
•Pesakit yang kerap mengalami koma hipoglisemia (kekurangan gula dalam darah), terutama yang pernah terkena dua atau lebih koma hipoglisemia pada Ramadan yang lalu
•Pesakit yang mengalami sebarang jangkitan kuman. Tanda awal dan penting ialah suhu badan tinggi (demam)
•Pesakit yang berumur dan tinggal berseorangan
•Pesakit mengandung dan memerlukan insulin
•Pesakit kanak-kanak di bawah umur 12 tahun
Beliau berkata, pesakit kencing manis yang stabil dan tidak memerlukan insulin serta mempunyai berat badan berlebihan digalakkan berpuasa dan pada masa sama disaran mengikuti langkah berikut:
•Mesti mengambil sahur seperti biasa
•Tidak dibenar lambat berbuka puasa
•Mengambil ubat dan insulin seperti disyorkan doktor ketika Ramadan
•Jangan makan berlebihan sewaktu berbuka. Makanan mengandungi gula tinggi mesti dikurangkan seperti kuih-muih. Buah kurma dibenarkan tetapi sekadar mengambil berkat atau mengikut sunnah
•Berusaha mengawasi penyakit dan penjagaan kesihatan
•Mesti tahu mengenali tanda hipoglisemia, hiperglisemia (ketinggian gula dalam darah) dan kekurangan air
•Apabila pesakit mengalami ketiga-tiga tanda itu, mereka mesti berbuka puasa. Kegagalan berbuka puasa membawa kepada komplikasi berbahaya. Puasa yang memudaratkan kesihatan adalah haram pada pandangan syariah
•Perubahan kepada ubat dan insulin perlu diambil kira. Ini kerana pesakit tidak mengambil sarapan pagi dan tengah hari serta jangka waktu berpuasa yang panjang iaitu hampir 14 jam.
Sesetengah ubat dan insulin yang bertindak dalam jangka masa lama mungkin perlu ditukar kepada jangka pendek untuk mengelakkan hipoglisemia. Sesetengah ubat dan insulin pula perlu ditukarkan kepada yang bertindak dalam jangka masa panjang untuk mengelak tahap gula tinggi pada waktu petang sebelum berbuka.
Menurut Dr Azmi, pesakit kencing manis perlu mengetahui tanda hipoglisemia, hiperglisemia dan kekurangan air supaya masalah itu dapat dielak pada peringkat awal. Tanda hipoglisemia ialah:
•Gelisah dan tiada tentu arah
•Lemah
•Lapar
•Berpeluh
•Pucat
•Berdebar
•Menggeletar
•Nadi laju
•Koma (tidak sedarkan diri)
Pesakit yang mempunyai glucometer (meter untuk menyukat tahap glukos-gula dalam darah) mesti membuat ujian darah dengan segera. Jika pesakit mempunyai tanda itu, hendaklah segera berbuka.
Tanda hiperglisemia iaitu kerap membuang air kecil, tersangat lapar dan keletihan. Jika timbul tanda itu, pesakit perlu membuat ujian darah dan jika tahap glukos tinggi, mereka perlu mengubah pengambilan ubat atau insulin selepas mendapat nasihat doktor.
Tanda kekurangan air pula ialah terasa sangat haus, kulit dan lidah kering dan fikiran bercelaru. Pesakit mesti minum dengan segera bagi mengatasi masalah itu.
Diet
Kurang menjaga pemakanan ketika berbuka dan waktu malam akan meningkatkan berat badan pesakit kencing manis dan merumitkan kawalan penyakit. Faedah kesihatan daripada berpuasa hanya boleh dikecapi jika seseorang itu menjaga pemakanan mereka.
Senaman
Beberapa kajian menunjukkan aktiviti ringan dan sederhana pada Ramadan, jika dilaksanakan dengan baik, tidak memudaratkan pesakit kencing manis. Jika bercadang melakukan kegiatan fizikal, perubahan tertentu perlu dibuat terhadap pemakanan dan ubat pada waktu Subuh supaya tidak mengalami hipoglisemia.
Ubat
Pesakit yang memerlukan ubat untuk mengawal kencing manis, terutama yang mempunyai berat badan berlebihan, tiada masalah untuk berpuasa dengan syarat mengubah jumlah pengambilan ubat.
Untuk makluman, pesakit dinasihatkan mengubah dos ubat seperti glibenclamide, gliclazide, chlorpromide, aglipizide yang diambil pada waktu pagi ketika tidak berpuasa berbanding waktu berpuasa.
Dos yang diambil sebelum makan malam diambil sebelum sahur. Kemungkinan, pesakit perlu mengurangkan dos yang diambil sebelum sahur bagi mengelak hipoglisemia.
Menurut Dr Nor Azmi, sebarang ubah suai jadual pengambilan ubat perlu dibincang dan dirujuk kepada doktor terlebih dulu bagi mengelak timbul sebarang kekeliruan.
Insulin
Pesakit yang memerlukan insulin yang dibenarkan berpuasa, perlu membuat pemeriksaan tahap gula dalam darah di rumah atau di klinik dengan pengawasan doktor. Berdasarkan kajian, ada dua cara memberi insulin yang terbukti selamat sewaktu Ramadan iaitu:
•Tiga kali suntikan insulin: Dua dos insulin yang bertindak segera ketika berbuka puasa dan sebelum sahur. Ini diikuti dengan satu dos insulin yang bertindak lama sebelum tidur
•Dua kali suntikan insulin: satu dos insulin sudah dicampur ketika berbuka yang sama dengan dos waktu pagi ketika tidak berpuasa. Satu dos insulin yang bertindak segera pula diberi sebelum bersahur
Pada permulaan bulan puasa, tahap glukos dalam darah perlu dikaji pada waktu berikut:
•Sebelum makan sahur
•Antara tiga hingga empat jam kemudian
•Sebelum berbuka puasa
•Antara tiga hingga empat jam kemudian
Apabila pesakit mengetahui tahap gula, perubahan terhadap dos insulin dapat dilakukan
Panduan tambahan
Dr Nor Azmi berkata pesakit yang memerlukan insulin jika tahap glukos terlalu tinggi, perlu membuat ujian ketone dalam kencing atau darah untuk mengelak koma diabetik keoasidosis.
Katanya, berat badan sebelum berpuasa juga mesti diambil dan jika ada penambahan dua kilogram, pesakit perlu segera berjumpa doktor.
“Sebaik-baiknya, berat badan diambil pada waktu pagi. Jika kekurangan melebihi tiga peratus, pesakit mesti berbuka kerana ada kemungkinan kekurangan air boleh membahayakan.
“Pesakit juga perlu mengambil air secukupnya sewaktu bersahur dan perlu juga mengambil air sebelum tidur, malah jika pesakit bangun untuk buang air, hendaklah disusuli minuman secukupnya selain mengelak mengambil air manis serta berkarbonat,” katanya.
Kesimpulan
Kajian menunjukkan pesakit diabetes yang berpuasa pada Ramadan dengan pengawasan yang baik adalah selamat. Paling penting adalah menjaga pemakanan ketika berbuka, mesti bersahur, perubahan pada insulin dan peka terhadap tanda hipoglisemia.
Subscribe to:
Posts (Atom)